Kontestan Liga Champions musim 2011-2012 telah mengerucut menjadi
delapan tim. Sejak 12 tahun silam, baru kali ini delapan kontestan
perempatfinal berasal dari tujuh negara. Fakta unik lainnya, peserta
babak delapan besar tersebut diisi enam mantan juara yang lolos dengan
penuh gaya. Mereka membuktikan mental juara sangat dibutuhkan dalam
kompetisi terelit di benua biru. Dua tim lainnya, justru lolos dengan
cara luar biasa. Tertinggal di leg pertama, APOEL Nicosia dan Chelsea
tampil mengesankan dengan membalikkan keadaan di leg kedua.
Chelsea menjadi penyelamat muka Inggris setelah lolos dari lubang jarum.
Kalah 1-3 di leg pertama, mereka berhasil mengalahkan Napoli 4-1 di leg
kedua kemarin malam di di kandangnya, Stamford Bridge. Alhasil The
Blues menjadi satu-satunya wakil Inggris yang masih bertahan di
kompetisi ini setelah Arsenal disingkirkan AC Milan di babak 16 besar,
sedangkan Manchester United dan Manchester City bahkan tidak lolos dari
fase grup. Dalam beberapa edisi terakhir, tim-tim Inggris begitu
menguasai fase knock out Liga Champions. Mereka bahkan menjadi langganan
di babak perempatfinal. Bahkan pada musim 2007-2008 terjadi All English
Finals antara Manchester United melawan Chelsea.
Spanyol menjadi satu-satunya negara yang menempatkan dua wakil di
perempatfinal, Real Madrid dan juara bertahan Barcelona. Lima negara
lainnya adalah Jerman yang diwakili Bayern Munich, Italia diwakili AC
Milan, Portugal diwakil Benfica dan Prancis yang diwakil Marseille. Satu
negara lainnya yang meloloskan wakil dengan sangat luarbiasa adalah
Siprus yang meloloskan APOEL Nicosia.
Fakta unik lainnya adalah sebaran negara terbanyak di fase knock out
seringkali melahirkan juara dari tim kejutan. Musim 1996-1997, terdapat
delapan klub dari delapan negara di perempatfinal. Borussia Dortmund
(Jerman), Auxerre (Prancis), Ajax (Belanda), Atletico Madrid (Spanyol),
Rosenborg (Norwegia), Juventus (Italia), Manchester United (Inggris),
dan Porto (Portugal). Serangkaian kejutan terjadi, bahkan hingga ke
partai puncak. Laga final yang mempertemukan Dortmund dan Juventus
akhirnya dimenangkan Dortmund dengan skor 3-1. Itu adalah gelar perdana
bagi Dortmund dan tak terulang hingga kini.
Mungkinkan juara baru akan lahir dari serangkaian kejutan musim ini?
Seperti ungkapan bola itu bundar, prediksi tersebut mungkin-mungkin
saja. Chelsea dan APOEL Nicosia telah membuktikan mereka harus
diperhitungkan. Keduanya sama-sama kalah di leg pertama dan membalikan
keadaan di leg kedua. Pengalaman itu tentu saja membuat mental dan
kepercayaan diri mereka semakin terasah.
Prediksi juara tahun ini tentu saja menempat dua tim asal Spanyol,
Barcelona dan Real Madrid di posisi teratas. Dari enam kompetitor
lainnya, AC Milan dan Bayern Munich yang mungkin akan jadi sandungan.
Marseille dan Benfica? Yang diwaspadai dari mereka mungkin hanya faktor
kejutan, seperti yang terjadi di babak perdelapan final dan fase grup
sebelumnya. Lolosnya Barcelona ke semifinal juga patut ditunggu. Hal itu
karena sejak AC Milan juara pada 1988-1989 dan 1989-1990, sejarah tidak
pernah lagi berpihak pada juara bertahan. Dalam artian, dalam 21 tahun
terakhir, setiap tahun selalu ada juara baru. Mungkinkah sejarah akan
kembali berulang, atau Barcelona menjadi pengukir sejarah tahun ini?
Real Madrid dan AC Milan adalah tim yang paling banyak menggondol trofi
juara. El Real masih memegang rekor dengan sembilan trofi. Lima di edisi
awal Liga Champion (1956, 1957, 1958, 1959 dan 1960) plus di tahun
1966. Tiga trofi lainnya direngkuh di era Los Galacticos jilid modern,
yaitu tahun 1998, 2000 dan 2002. Sementara AC Milan lebih banyak juara
di edisi modern yaitu pada 1989, 1990, 1994, 2003 dan 2007. Dua trofi di
edisi kuno, mereka raih pada 1963 dan 1969. Tahun ini, AC Milan
dihadapkan pada ”kutukan” sejarah Ibrahimovic. Pemain asal Swedia
tersebut selalu meraih juara di kompetisi lokal (Ajax, Juventus, Inter
Milan, Barcelona dan AC Milan) dan tidak sekalipun meraih trofi Liga
Champions, meski klub-klub yang dibela tersebut memiliki tradisi kuat di
Liga Champions. Akankah sejarah ini bisa dipatahkan atau berlanjut?
Di balik sejarah dan fakta-fakta unik tersebut, fase perdelapanfinal
juga menyajikan tontonan gol-gol berkelas dan terbanyak di fase knock
out. Total ada 56 gol dari delapan laga, atau rata-rata 3,5 gol per
pertandingan. Jumlah itu mengalahkan jumlah gol musim 2004-2005 dan
2009-2010 yang ‘hanya’ 47 gol. Banyaknya gol yang tercipta tersebut
membuktikan bahwa tahun ini tidak ada lagi belas kasihan kepada tim yang
tidak siap.
Partai Barcelona kontra Bayer Leverkusen yang berakhir dengan agregat
10-2 memberikan sumbangan gol terbesar, dengan bintang Barca Lionel
Messi mencetak enam gol. Pada musim 2004/05 silam agregat 10-2 juga
hadir di laga Lyon versus Werder Bremen. Sementara pertandingan APOEL
Nicosia kontra Lyon menjadi duel di babak 16 besar yang paling minim
gol, karena menghasilkan dua gol saja lewat agregat 1-1—APOEL lolos
lewat adu penalti.
Apakah sajian berkelas dan serangkaian kutukan sejarah bisa dipatahkan?
Sulit memprediksi karena di perempatfinal nanti, tidak ada satupun tim
yang bisa dianggap remeh.
Posted in: Just InfO
Email This
BlogThis!
Share to Facebook
0 comments:
Post a Comment